Pondok Pesantren Luhur Sakimiyah -“Ibnu Ishaq berkata Allah tidak mengutus
seorang Nabi setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kecuali ia melakukan haji,”
(Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy Hasyiyah I’anah
al-Thalibin, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 312).
Umrah secara bahasa dapat diartikan
berziarah ke tempat ramai atau berpenghuni, sedangkan menurut istilah adalah
menyengaja menuju Ka’bah untuk melaksanakan ibadah tertentu. Haji dan
umrah merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Keduanya memiliki
banyak persamaan meliputi syarat wajib, syarat sah, kesunnahan, hal-hal yang
membatalkan, dan perkara-perkara yang diharamkan saat melakukan dua ibadah
tersebut. Meski demikian, keduanya juga memiliki beberapa titik perbedaan.
Berikut ini penjelasannya. Hukum
Haji merupakan ibadah yang wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat
wajib haji, hal ini berdasarkan firman Alah subhanahu wata’ala:
ولِلهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
“Dan
bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke
Baitullah.” (QS Ali Imran 98).
عن
عائشة قالت قلت يا رسول الله هل على النساء جهاد؟ قال: نعم، جهادٌ لا قتال فيه؛
الحج والعمرة
“Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anh,
beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para perempuan untuk berjihad?
Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan yakni haji
dan umrah,” (HR. Ibnu Majah dan al-Bihaqi dan selainya dengan sanad-sanad yang
shahih).
Sementara menurut pendapat muqabil al-Azhhar
(yang lemah), hukum umrah adalah sunnah. Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi
menegaskan:
وكذا
العمرة فرض في الأظهر ومقابله أنها سنة
“Demikian pula umrah, hukumnya
fardlu menurut qaul al-Azzhar. Sedangkan menurut pendapat pembandingnya, umrah
adalah sunnah.”
(Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi, al-Siraj
al-Wahhaj, hal.151). Pendapat ini berlandaskan kepada beberapa dalil, di
antaranya hadits:
سئل
النبي صلى الله عليه وسلم عن العمرة أواجبة هي قال لا، وأن تعتمر خير لك
“Nabi pernah ditanya mengenai umrah, Apakah
umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah maka itu lebih baik
bagimu.” (HR. al-Turmudzi). Al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’
menyatakan bahwa para pakar hadits sepakat bahwa hadits al-Tirmidzi di atas
adalah lemah (dha’if), bahkan Ibnu Hazm menyatakan hadits tersebut adalah
bathil. Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berkata:
عبارة
الأسنى والمغني وأما خبر الترمذي عن جابر «سئل النبي - صلى الله عليه وسلم - عن
العمرة أواجبة هي قال لا وأن تعتمر خير لك» فضعيف قال في المجموع اتفق الحفاظ على
ضعفه ولا يغتر بقول الترمذي فيه حسن صحيح وقال ابن حزم إنه باطل قال أصحابنا ولو
صح لم يلزم منه عدم وجوبها مطلقا لاحتمال أن المراد ليست واجبة على السائل لعدم
استطاعته
“Dan ungkapan kitab al-Nihayah dan
al-Mughni 'Sedangkan haditsnya al-Turmudzi dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah ditanya mengenai umrah, apakah umrah wajib? Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam
menjawab tidak, dan kalau kamu umrah maka lebih baik bagimu.” Hadits
at-Turmudzi adalah hadits yang lemah (dhaif).
Imam
Nawawi dalam kitab al-Majmu’ berkata bahwa para hafidh hadits sepakat akan
status lemah hadits tersebut dan janganlah sampai terbujuk oleh ungkapan
al-Turmudzi bahwa hadits itu adalah hasan shahih. Syekh Ibnu Hazm berkata bahwa
hadits itu adalah salah (bathil).
Beberapa pengikut Imam al-Syafi’i berkata
andai saja hadits itu shahih, maka tidak lantas memastikan ketidakwajiban umrah
secara mutlak, sebab kemungkinan yang dikehendaki adalah tidak wajib bagi si
penanya karena tidak adanya kemampuan berangkat umrah.” (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani,
Hawasyi al-Syarwani, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz 5, hal. 6). Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban haji adalah disepakati oleh
seluruh ulama, sementara umrah masih diperselisihkan. Rukun Dalam
bab manasik, rukun adalah ritual tertentu yang menjadi penentu keabsahan haji
atau umrah (batal bila tidak dilakukan), dan tidak bisa diganti dengan dam
(denda).
Rukun haji ada lima yaitu niat ihram, wuquf
di Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Sedangkan rukun umrah ada empat,
niat ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Syekh Abdullah Abdurrahman
Bafadhal al-Hadlrami berkata:
أركان
الحج خمسة: الإحرام، والوقوف بعرفة، والطواف، والسعي، والحلق. وأركان العمرة أربعة
وهي: الإحرام، والطواف، والسعي، والحلق
“Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram,
wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada
empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman
Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah
al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).
Dari keterangan di atas dapat
diketahui bahwa haji dan umrah berbeda pada satu rukun yaitu wuquf di Arafah
yang hanya menjadi rukun haji, bukan umrah. Waktu Pelaksanaan
Haji memiliki waktu pelaksanaan yang lebih sempit dari umrah. Waktu pelaksanaan
haji terbatas pada rentang waktu mulai dari awal bulan Syawal sampai subuhnya
hari raya Idul Adlha (10 Dzulhijjah).
Sedangkan umrah bebas untuk dilaksanakan
kapan saja. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
والوقت
وهو في الحج من ابتداء شوال إلى فجر يوم النحر وفي العمرة جميع السنة
“Dan
waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar
hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang
tahun. (Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah
al-Zain, al-Haromain, hal. 201). Kewajiban Kewajiban haji dan
umrah merupakan rangkaian ritual manasik yang apabila ditinggalkan tidak dapat
membatalkan haji atau umrah, namun wajib diganti dengan dam (denda).
Kewajiban haji ada lima, yaitu niat ihram
dari miqat (batas area yang telah ditentukan menyesuaikan daerah asal jamaah
haji/ umrah), menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’
(perpisahan) serta melempar jumrah. Sedangkan kewajiban umrah ada dua, niat
ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram. Syekh Zainuddin
Abdul Aziz al-Malibari berkata:
وواجباته:
١- إحرام من ميقات، ٢- ومبيت بمزدلفة، ٣- وبمنى، ٤- وطواف الوداع، ٥- ورمي بحجر
“Kewajiban-kewajiban haji yaitu
ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melempar
batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain,
hal. 210). Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
وأما
واجبات العمرة فشيئان الإحرام من الميقات واجتناب محرمات الإحرام
“Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada
dua yaitu ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul
Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim,
al-Haramain, hal. 239). Simpulannya, haji dan umrah memiliki perbedaan
dalam hukum, rukun, waktu pelaksanaan dan kewajibannya. Secara hukum, haji
hukumnya wajib dan tidak ada perbedaan ulama, sedangkan umrah kewajibannya
diperselisihkan. Di lihat dari rukun, haji dan umrah berbeda dalam rukun wuquf
di Arafah. Dari segi waktu pelaksanaan, haji lebih sempit dari pada umrah. Dan
untuk kewajiban, haji mempunyai lebih banyak kewajiban dari pada umrah yang
hanya terdapat dua saja. Sekian semoga bermanfaat.
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina
Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.

0 Komentar